Al Qur'an mengingatkan
bahwa Allah telah menyediakan hukuman neraka Jahannam bagi manusia dan jin,
yakni mereka yang mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami
(kebenaran), mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat
(kebenaran) dan mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka tak ubahnya binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.
Mereka adalah orang-orang yang lalai (Q/7;179).
Imam Ghazali memisalkan
hati nurani dengan kaca cermin. Bagi orang yang bersih dari dosa, maka
nuraninya bagaikan cermin yang bening, sekecil apapun noda di wajah, segera
akan nampak di cerminnya. Adapun orang yang suka melakukan dosa kecil, maka
nuraninya bagaikan cermin yang terkena debu. Ia bisa menggambarkan wajah,
tetapi noda-noda kecil tidak nampak. Sedangkan orang yang biasa melakukan dosa
besar, maka nuraninya gelap, seperti cermin yang tersiram cat hitam.
Hanya sebagian kecil
dari cerminnya yang bisa digunakan untuk bercermin, oleh karena itu pelaku dosa
besar tidak pernah merasa dirinya bersalah, karena cermin hatinya tidak bisa
menampakkan apa-apa. Selanjutnya Al Ghazali memisalkan nurani orang yang mencampuraduk
perbuatan baik dan perbuatan dosa dengan cermin yang retak. Cermin yang retak
tidak bisa menggambarkan wajah secara benar,
hidung bisa nampak dua,
mata menjadi empat, mulut menjadi menceng dan sebagainya, sehingga orang yang
seperti itu selalu kacau dalam memandang kebenaran dan kesalahan, tidak bisa
obyektif dan biasanya memiliki kepribadian yang pecah (split personality).