Rabu, 10 April 2013

AKU ADALAH AKU : MENGGAPAI AKU SEMESTA


Dalam hidup ini terdapat pangkal dan ujung, seperti kehidupan manusia yang berpangkal pada kelahiran manusia dan berujung pada kematian. Begitu juga sang surya yang terbit diufuk timur sebagai pangkalnya dan terbenam diufuk barat sebagai ujungnya. Hidup-mati dan timur-barat. Inilah kehidupan yang mempunyai awal dan akhir, dilahirkan kemudian dimatikan lagi. Semua itu adalah kuasa Ilahi sebagai sumber segala yang ada. Sebagai maha dahsyat yang mencipta segala aneka rupa dan mengambilnya lagi sesuai kehendaknya yang agung. Dan segala yang ada yang tercipta dengab beranaka ragam dan rupa sesungguhnya adalah perwujudan dari “aku”, maksudnya seekor singa pasti akan mengatakan bahwa aku adalah singa, matahari mengatakan aku adalah matahari, bulan mengatakan aku adalah bulan. Aku-aku itulah yang disebut aku pribadi. Seperti halnya aku adalah Imdadur Rahman.

Bagaimanakah dengan pangkal dan ujung dari segala “aku” itu, INNALILLAHI WA INNAILAIHI RIJI’UN; sesungguhnya kita adalah milik Allah dan padanya kita kembali. Allah adalah pangkal dan ujung dari segala “aku” yang ada dan Dialah Aku semesta karena Dia yang mencipta jagad raya ini dengan segala keteraturannya. Apakah aku-aku pribadi yang ada didunia ini, merasa berkewajiban dengan penuh kesadaran diri untuk mencapai dan menuju Aku semesta untuk meminta Ridlonya hingga dibukalah pintu ma’rifat dan kasyaf. Hingga Hilanglah hijab diantara Aku semesta dan aku pribadi dan yang ada hanyalah aku adalah Aku.

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa pada hakikatnya semua yang ada dijagad raya ini adalah perwujudan dari “aku”. Dan aku masing-masing itu pastilah memiliki pusat “Aku” semesta, darimana aku masing-masing itu berasal dan kembali. Untuk mencapai hakikat”Aku” semesta agar terbuka pintu ma’rifat  tidaklah semudah membalikkan telapak tangan diperlukan tirakat dan riyadloh bertahun-tahun bahkan seumur hidup. Semakin mendekati hakikat “Aku” semesta semakin banyak rintangannya seperti yang dialami oleh para Anbiyaa dan Auliya.

Pertama yang harus dilakukan para aku pribadi untuk terbukanya pintu ma’rifat adalah taubat, yakni harus berpaling dari segala sesuatu kecuali Allah. Maksudnya,jika sebelumnya pernah berbalik darinya maka sekarang wajib menghadapkan jiwa dan pikiran hanya kepadaNya. Kedua lakukan dzikir, yakni ingatlah selalu Allah kapanpun dan dimanapun, ingatlah Allah jika lupa,maksudnya jika engkau selalu berusaha dalam keadaan melupakan segala sesuatu yang bukan Allah maka saat itulah engkau mengingatnya.

Dalam kitab Rontal Catur Viphala warisan dari prabu kertawijaya maharaja majapahit terdapat tingkatan-tingkatan untuk mencapai hakikat Aku yang mana berjumlah empat  tingkatan: Nishpraha, Nirbana, Niskala dan Nirasraya. Maksud dari Nishpraha adalah keadaan dimana tidak ada lagi sesuatu yang ingin dicapai manusia. Nirbana adalah seseorang tidak memiliki badan dan karenanya tidak ada lagi tujuan. Niskala berarti bersatu dengan Dia Yang Hampa, Yang Tak Terbayangkan, Tak Terpikirkan, Tak Terbandingkan. Dalam keadaan itulah aku menyatu dengan Aku. Selanjutnya adalah Nirasraya, yakni keadaan dimana jiwa meninggalkan Niskala dan melebur ke Parama Laukika, yakni dimensi tertinggi yang bebas dari segala bentuk keadaan tak mempunyai ciri-ciri, dan mengatas namakan Aku.

Apa yang tercantum dalam kitab rontal catur Viphala merupakan hal yang gampang diuraikan, namun berat untuk dijalankan. Hanya mereka yang benar-benar bertekad bulat menuju hakikat Aku yang akan melaksanakannya. Wallahu a’alam.